Mas kawin – Dalam tradisi pernikahan (Islam) di Indonesia, mahar seperangkat alat sholat sudah tidak asing lagi didengar. Namun, apakah mahar jenis ini wajib bagi umat Islam?
Mahar atau mas kawin merupakan harta yang diberikan oleh calon mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan dimulai.
Pernikahan adalah ikatan yang nantinya akan dipertahankan kuat hingga akhir hayat dan akan dipertanggung jawabkan di hari akhirat. Inilah hasil dari sebuah perkenalan atau taaruf dari kedua belah pihak.
Namun, apakah seperangkat alat sholat untuk mas kawin itu diharuskan dalam resepsi pernikahan? Apa harus menuruti keinginan calon istri yang meminta suatu mahar yang memiliki nilai tinggi.
Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam menganjurkan umatnya agar tidak memberatkan mahar dalam pernikahan. Bahkan dengan cincin besi pun tidak masalah.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
[alert-success]“Berikanlah kepadanya mahar meskipun hanya sebuah cincin dari besi.” (Hadits riwayat Al-bukhari dan Muslim)[/alert-success]
Mahar Seperangkat Alat Sholat, Bolehkah?
Fenomena yang terjadi di masyarakat, mahar seringkali diberikan berupa seperangkat alat sholat. Apakah mahar seperti ini termasuk meringankan mahar sebagaimana dianjurkan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam?
Jika dilihat dari hadits-hadits Rasulullah SAW tentang aneka ragam mahar yang bernilai murah di masa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Seperti misalnya mahar berupa baju besi yang merupakan mahar Ali bin Abi Tholib saat menikahi Fatimah radhiyallahu anha.
Ketika Ali radhiallahu Anhu menikahi Fatimah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata kepadanya:
[alert-success]“Berikanlah ia (Mahar) sesuatu. Ali menjawab ; ‘Aku tidak memiliki apapun.’ Lalu Rasulullah bersabda; Berikanlah baju besimu.”(Hadits riwayat An Nasa’i)[/alert-success]
Maka seperangkat alat sholat saja bagi suami yang mampu untuk memberikan mahar lebih dari itu tidak termasuk menerapkan hadis Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dalam memberikan mahar dengan nilai yang rendah.
Sebab pemberian mahar dengan nilai rendah di masa itu adalah karena ketidakmampuan suami memberikan mahar lebih dari itu. Sehingga dalam suatu riwayat disebutkan ada sahabat yang maharnya sepasang sandal.
Dari Amir bin Rabiah, dia berkata bahwa ada perempuan dari bani khuza’ah dinikahkan dengan mas kawin sepasang sandal.
Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya kepadanya:
[alert-success]“Apakah engkau meridhokan dirimu dan apa yang kau miliki dengan sepasang sandal? Perempuan tersebut menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah pun membolehkannya.” (Hadits riwayat At Tirmidzi Ibnu Majah dan Ahmad dengan derajat shahih)[/alert-success]
Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa seorang sahabat di masa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ingin menikah. Akan tetapi ia tidak memiliki sesuatu apapun, sehingga Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruhnya memberikan mahar meskipun berupa cincin dari besi.
Namun karena dia tidak memilikinya dan juga tidak mampu membelinya maka maharnya diganti dengan hafalan beberapa surah dari Alquran.
Dari Sahl bin Saad Radhiallahu Anhu, bahwa ada seorang wanita yang menawarkan untuk dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Namun beliau tidak tertarik dengan nya.
Hingga ada salah seorang lelaki yang hadir dalam majelis tersebut meminta agar beliau menikahkannya dengan wanita tersebut. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam lalu bertanya :
[alert-success]“Apakah engkau memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar? Dia menjawab,” tidak, demi Allah wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : Pergilah ke keluargamu, Lihatlah mungkin untuk mendapatkan sesuatu. Laki-laki itu pun pergi dan tak berapa lama ia kembali lalu berkata, “Demi Allah saya tidak mendapatkan sesuatu pun.” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : Carilah walaupun hanya berupa cincin besi.” (Hadits riwayat Al-bukhari dan Muslim)[/alert-success]
Berdasarkan hadits-hadits ini, mahar dengan nilai rendah tentu bukan merupakan pilihan terbaik meskipun di bolehkan. Termasuk mahar seperangkat alat sholat saja bagi suami yang mampu.
Baca juga : Kesalahan Taaruf : Hindari 5 Hal ini Dalam Taaruf
Jika sang suami tidak memiliki apapun dan tidak mampu untuk memberikan lebih dari apa yang dia sanggupi.
Jika memberikan mahar dengan nilai yang rendah di masa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam karena ketidakmampuan sang suami dan sebagai pilihan alternatif.
Mahar Terbaik Sesuai Ajaran Islam
Lalu seperti apa sebenarnya mahar yang paling baik itu? Apakah seperangkat alat sholat buat nikah merupakan mas kawin yang terbaik?
Mahar terbaik sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan disepakati oleh para ulama adalah yang paling mudah bagi suami untuk mendapatkannya.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam hadits dari Uqbah bin Amir Radiallahu Anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
[alert-success]“Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah.” (Hadits riwayat Abu Daud)[/alert-success]
Kemudahan dalam memberikan mahar bagi suami dan kerelaan istri menerima mahar yang mudah dari suaminya. Bukan saja akan memudahkan jalannya akad nikah. Akan tetapi juga akan mendatangkan keberkahan dalam rumah tangganya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
[alert-success]“Di antara keberkahan seorang wanita adalah yang mudah khitbahnya (melamarnya), yang mudah maharnya dan yang mudah memiliki keturunan.” (Hadits riwayat Ahmad)[/alert-success]
Namun meskipun mahar terbaik adalah yang termudah akan tetapi tidak boleh di mudah-mudah kan oleh suami. Sementara dia mampu untuk memberikan lebih dari itu.
Karena itu sebagian ulama seperti Imam An-Nawawi memberikan batasan untuk mahar yang terbaik di samping yang termudah. Seperti halnya maskawin atau mahar seperangkat alat sholat.
Mahar juga harus memiliki nilai dan termasuk sesuatu yang dapat diperjualbelikan. Imam An Nawawi menjelaskan, segala sesuatu yang bisa diperjualbelikan berarti sah untuk dijadikan mahar.
Sehingga menurut Mazhab Syafi’i pada prinsipnya apa saja boleh dijadikan mahar apabila layak dijadikan alat pembayaran atau benda yang dapat diperjualbelikan.
Selain harus memiliki nilai dan dapat diperjualbelikan yang termasuk kategori mahar yang baik adalah, apabila kedua belah pihak antara calon suami dan calon istri sama-sama ridho atau rela dengan pemberian mahar tersebut. Baik nilainya sedikit maupun banyak.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nafkahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Alquran surat An-Nisa ayat 4)
Itu sebabnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya kepada seorang wanita yang dinikahi dengan mahar sepasang sandal. Apakah dia rela menerima mahar itu atau tidak.
Sebab mahar sepasang sandal tentu nilai yang sangat murah. Namun apabila calon istri ridho dan rela menerima mahar tersebut, maka pernikahannya sah.
Calon Istri Minta Mahar Besar
Mahar yang baik juga tidak mengekang keinginan calon istri untuk meminta mahar apa yang diinginkannya.
Sebab mahar adalah hak wanita yang akan dinikahi. Bahkan menurut sebagian ulama mahar merupakan nafkah awal sebelum nafkah rutin berikutnya yang akan diberikan oleh suaminya nanti.
Jadi wajar dan boleh, apabila seorang wanita meminta mahar dalam bentuk harta yang punya nilai nominal tertentu atau bahkan dalam jumlah banyak. Jika sesuai dengan kemampuan calon suaminya.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Quran :
“..Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak…” (Al-quran surah An-nisa ayat 20)
Di antara mahar yang baik juga adalah apabila sesuai dengan kemampuan suami dalam memberikannya dan tidak sulit dalam mendapatkanya. Termasuk mahar seperangkat alat sholat.
Tentu saja ini harus disesuaikan dengan status suami. Apakah dia termasuk orang yang kaya atau miskin.
Inilah yang ditegaskan dalam firman Allah:
لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ
“Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Al Quran Surah Al Baqarah ayat 236)
Kesimpulan :
Sungguh sangat beruntung kita sebagai umat muslim. Mahar dengan cincin besi dan sepasang sandal pun diperbolehkan. Dengan catatan, sang calon suami tidak mampu secara ekonomi.
Vidio terkait: