Mengadopsi atau mengasuh anak orang lain untuk mendapat keturuan merupakan hal yang sering terjadi bagi pasangan suami-istri yang tak kunjung mendapat momongan. Apakah mengadopsi anak sebagai pancingan dibolehkan dalam agama? Berikut ini penjelasanya.
Keberadaan anak-anak di dalam rumah tangga selalu menjadi penghias hidup ini. Suara tawa dan tangis anak membuat suasana rumah menjadi hidup dan bergairah.
Bahkan tidak seorangpun tentunya mau hidup sebatang kara di hari senja nya tanpa memiliki anak dan cucu yang akan meramaikan suasana hidupnya yang telah berada di ujung waktu. Apalagi setelah meninggal tak ada yang bisa mendoakannya.
Mengasuh anak orang lain sebagai pancingan ini tidak ada petunjuknya dalam agama, bahkan tidak juga dikenal di negara-negara muslim lain, keyakinan ini hanya ada di negeri kita. Inilah penjelasan lengkapnya seputar mengasuh anak orang lain untuk mendapat keturunan, hukum mengadopsi anak menurut islam.
Mengadopsi Anak Sebagai Pancingan
Harta benda yang dimilikinya tidak akan ada yang mewarisinya kecuali kerabat-kerabatnya, maka sangat wajar anak menjadi dambaan semua pasangan suami istri. Oleh karena itu, wajar jika kita mendapati banyak pasangan yang tidak dikaruniai anak berusaha dengan berbagai cara agar mendapat keturunan.
Namun begitu, bukan berarti mengangkat anak itu tidak ada manfaatnya, bisa saja mengangkat anak itu menjadi penyebab Allah memberikan karunia anak padanya. Kenapa? Karena mengambil anak orang lain untuk diasuh di dalam keluarga mengandung kebaikan bukan sesuatu yang haram.
Hal itu akan lebih tepat disebut dengan kebaikan yang menumbuhkan semangat, karena banyak kebaikan dalam usaha ini seperti memberi sandang pangan, tempat tinggal, pendidikan dan kendaraan.
Apalagi jika anak yang diambil dari keluarga yang tidak mampu, maka lengkaplah kebaikan-kebaikannya. Bisa saja dengan semua amal kebajikan dan mengangkat anak itu Allah membalasnya tulus pasangan suami istri dengan cara memberi anugrah anak.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Perbuatan-perbuatan yang baik akan melindungi dari ancaman keburukan, kehancuran dan kebinasaan. Dan pelaku kebaikan didunia ini mereka adalah orang-orang yang dikenal kelak di akhirat.” (Hadits riwayat Hakim)
Jadi, bukan karena semata hanya karena mengambil anak orang lain saja pasangan suami istri mendapatkan momongan. Namun karena keberkahan yang ditimbulkan oleh amal-amal kebajikan yang dilakukan oleh keluarga tersebut.
Baca juga: Batas aurat anak kecil
Mengasuh anak orang lain untuk mendapat keturunan
Perlu diperhatikan, mendapatkan karunia anak atau tidak sebenarnya di mata Allah Subhanahu Wa Ta’ala tetaplah sama. Sebab setiap urusan orang yang beriman kepada Allah dan berbaik sangka terhadap-Nya, pasti ada sisi positif yang bisa diraihnya.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menajubkan urusan seorang yang beriman, sungguh setiap urusan nya adalah kebaikan dan itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali orang yang beriman. Apabila dia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur, maka itu lebih baik untuknya dan apabila ia ditimpa oleh kesusahan ia bersabar. Maka hal itu lebih baik untuknya.” (Hadist riwayat Muslim no.2999)
1. Bersabar
Bersabar adalah sikap yang harus ditempuh oleh setiap keluarga yang tidak memiliki anak. Kalaupun dia memutuskan untuk mengasuh anak sebagai pancingan, maka hendaklah ia juga bersabar dalam mendidik dan merawatnya.
2. Berikan pendidikan yang layak
Sekedar memiliki anak saja namun melalaikan pendidikannya sehingga anak tumbuh dengan tidak taat beragama dan tidak juga mendatangkan manfaat untuk keluarga dan bangsanya, maka dalam kondisi demikian anak tak lagi menjadi istimewa tapi justru menjadi fitnah bagi keluarga.
Inilah yang dimaksud Allah subhanahu wa taala dalam al-qur’an.
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah (cobaan), dan di sisi Allah lah pahala yang besar.” (Al Quran surat at-Taghabun ayat 15)
Baca juga: Doa minta anak sholeh
Kisah Nabi Zakaria meminta keturunan
Oleh karena itu, jika pasangan suami istri tidak memiliki anak bukan berarti harus pasrah dan hanya bersabar menjalani ketentuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja. Jika memiliki tekad dan niat yang baik hendaknya berkaca pada Nabi Zakaria Alaihissalam.
Nabi Zakaria Alaihissalam yang sudah lanjut usia ditambah dengan sang istri yang secara medis disebut mandul, hanya satu yang dilakukan yaitu berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Lihatlah motif dan niat Nabi Zakaria seperti yang disebutkan dalam Alquran.
وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا (5) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ ۖ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
“Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku (kerabat dan ahli waris) sepeninggalanku sedang Istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi kebahagiaan keluarga Ya’qub. Dan jadikanlah ia ya Tuhanku seorang yang diridhoi.” (Al Quran Surah Maryam ayat 5-6)
Kehawatiran Nabi Zakaria karena tidak memiliki anak, menurut sebagian ulama tafsir adalah kekhawatiran akan keturunan dari keluarganya yang akan melanjutkan estafet keagamaan dengan baik dan benar.
Kalau bukan karena hal itu kemungkinan Nabi Zakaria tidak akan memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Baca juga: Hukum mencium bibir anak
Cara mendapatkan amal jariyah bagi yang tidak memiliki anak
Lalu bagaimana dengan keluarga yang tidak memiliki anak jika ingin memiliki amal jariyah berupa anak sholeh yang mendoakan setelah kematiannya? Bukankah itu mustahil bisa meraihnya karena tidak ada anak yang mendoakannya.
Rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala sangatlah luas, jika seseorang tidak memiliki anak yang diharapkan kelak berdoa untuknya, namun di sisi lain Allah memberikannya harta yang lebih tentu ia akan bisa menanggung hidup anak orang lain yang tidak mampu.
Menanggung biaya hidup, pendidikan, seluruh kebutuhannya, maka jika anak itu menjadi anak yang soleh, taat beragama dan berguna untuk orang lain, maka saat itu dia telah membangun amal jariyah nya walaupun anak itu bukan anaknya sendiri.
Namun karena ambil besar yang ia lakukan sampai akhirnya anak tersebut menjadi seorang yang alim dan soleh, menjadikannya tercatat sebagai amal jariyah.
Oleh karena itu yang patut diingat, jika tekad dan niat memiliki anak itu tidak bertujuan baik terkait dengan urusan agama dan akhirat, maka anak bisa menimbulkan keburukan.
Dalam hal ini Rasul Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengingatkan.
إن الولد مبخلة مجبنة مجهلة محزنة
“Sesungguhnya anak menjadi penyebab sifat pelit, pengecut, dan sedih.” (HR. Hakim dan Thabrani, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ hadits no. 1990)
Wallahualam.
Sampai disini akhir perjumpaan kita hari ini semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kita. amin ya rabbal alamin.