Pengobatan Rasulullah – Sobat Hafizi Azmi, pernahkah anda berfikir bahwa mengobati luka menggunakan air liur dan tanah bisa menyembuhkan. Praktek pengobatan ini sudah diterapkan di zaman Rasulullah. Seperti apa caranya?
Pengobatan adalah proses penyembuhan masalah kesehatan, biasanya mengikuti diagnosis. Diagnosis yang dilakukan terutama bertumpu pada ilmu-ilmu utama biologi, kimia, dan fisika, dan juga ilmu sosial (seperti sosiologi medis).
Zaman yang canggih ini bisa dikatakan semua sudah tersedia. Dalam dunia medis-pun penemuan obat semakin beragam. Lalu pakah obat pada zaman dahulu sudah tidak berlaku lagi?
Dalam penjelasan kali ini kita akan bahas mengenai pengobatan yang dianjurkan Rasulullah, pengobatan islami thibbun nabawi, obat sakit ala Rasulullah, dll.
Pengobatan ala Rasulullah
Air liur atau ludah bagi sebagian orang terkadang menjijikan. Demikian pula tanah, apalagi yang becek dan berlumpur. Tak sedikit orang yang merasa jijik menyentuhnya.
Namun Rasul Shallallahu alaihi sallam mengajarkan pada umatnya bahwa perpaduan air liur dan tanah dengan berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala bisa menyembuhkan penyakit.
Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Dalam riwayat Bukhari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melakukan pengobatan dengan tanah dan air ludah. Kemudian beliau membaca doa :
بِاسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا لِيُشْفَى بِهِ سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا
“Dengan menyebut nama Allah, (debu) tanah bumi ini dengan air ludah sebagian diantara kami dapat menyembuhkan penyakit di antara kami dengan seizin Robb kami.” (Hadits Riwayat Bukhari)
Dari sini mungkin akan muncul pertanyaan di benak kita, masa sih, tanah dan air ludah yang kotor bisa menjadi obat luka?
Lihatlah bagaimana reaksi para ulama ketika dihadapkan pada hadist ini. Mereka menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan makna zohirnya bukan takwil atau tidak percaya.
Menukil pernyataan imam nawawi dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan.
Hadits ini maknanya bahwa Nabi mengambil air ludah dengan jari telunjuknya kemudian meletakkan, menempelkannya ke tanah. Maka akan ada tanah yang menempel, kemudian mengusap tempat yang sakit atau luka sambil mengucapkan doa.
Demikian pula sikap komite fatwa Arab Saudi yang menegaskan bahwa hadis ini bermakna zohir. Yaitu mengobati dengan cara membasahi jarinya dengan air liur, kemudian mengusap jari tersebut ke tempat yang sakit sambil mengucapkan doa.
Menggunakan tanah seperti apa?
Lalu tanah seperti apa dan apakah semua kaum muslim bisa melakukan pengobatan semacam ini?
Tentu saja tanah yang dimaksud adalah tanah yang alami murni yang bersih. Bukan buatan atau sudah terkontaminasi, seperti tanah debu di lantai atau keramik.
Inilah yang dijelaskan ulama kontemporer, bahwa pengobatan ini tidak boleh menggunakan debu tanah lantai, debu dari tikar atau kasur.
Karena debu semacam itu bukan tanah yang bisa ditempelkan di jari.
Dan perlu diketahui bahwa tanah di sini bukan tanah khusus dari kota Madinah saja. Tapi tanah secara umum di mana saja. Inilah yang dijelaskan mayoritas ulama.
Apakah terapi seperti ini ampuh?
Masalah penting yang kemudian muncul adalah, apakah cara ini memang sudah terbukti secara medis atau belum?
Sejauh ini belum ditemukan penelitian ilmiah dalam hal ini. Akan tetapi penelitian ilmiah bukan segalanya. Jika memang pengobatan tersebut manjur dan terbukti ampuh pada hampir semua orang. Maka penelitian ilmiah yang belum bisa menelitinya, karena keterbatasan ilmu peneliti.
Dulu para ahli di bidang medis juga melakukan berbagai macam percobaan dengan pengobatan kemudian berhasil. Maka kemudian di dalami oleh beberapa orang yang disebut sebagai tabib. Praktek tabib didasarkan pada pengalaman yang teruji dan pengetahuan yang turun menurun.
Dari beberapa sumber memang disebutkan bahwa air liur yang dihasilkan oleh manusia mengandung penghilang atau penenang yang kuat terhadap rasa sakit.
Beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa kelenjar ludah manusia menghasilkan sekitar 1 liter air liur per harinya.
Aliran dan gerakan air liur bisa membasmi kuman-kuman dan menyimpan mineral penting untuk gigi seperti kalsium, klorida, fosfat dan magnesium.
Demikian juga tanah, dari beberapa sumber menyebutkan bahwa tanah bisa menjadi media yang baik bagi air ludah untuk penyembuhan.
Tidak semua penyakit bisa sembuh menggunakan pengobatan rasulullah ini
Perlu diperhatikan setelah mendengar hadits ini dan dari penjelasan ulama. Jangan kita ambil kesimpulan prematur yang berakibat gagal paham. Jangan kita menggeneralisir semua luka bisa sembuh dengan tanah dan campur air liur.
Misalnya ada luka besar dan robek lalu tidak mau dijahit karena anti terhadap kedokteran modern. Malah ditutup campuran tanah dan air ludah.
Perlu kita ketahui bahwa contoh-contoh pengobatan dalam hadits masih bersifat general. Perlu dirinci lagi dan dijelaskan oleh tabib pada zamannya atau orang yang ahli dibidangnya.
Bahan-bahan Thibbun Nabawi atau pengobatan ala Nabi dalam Al Quran dan Sunnah masih bersifat umum. Sehingga perlu penelitian dan pengalaman tabib agar menjadi obat.
Hal ini sudah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Sahabat nabi bernama Sa’ad mengisahkan, pada suatu hari aku menderita sakit.
Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjengukku, beliau meletakkan tangannya diantara kedua kupingku. Sampai-sampai jantungku merasakan sejuknya tangan Beliau.
Kemudian beliau bersabda :
“Sesungguhnya engkau menderita penyakit jantung, temuilah Al Haris bin Khalida dari Bani Tsaqif karena sesungguhnya ia adalah seorang tabib. Dan hendaknya dia Al Haris bin khalida mengambil 7 buah kurma Ajwa kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya kemudian meminumkanmu.”(Hadits riwayat Abu Daud)
Dari sini kita bisa memahami Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tau ramuan obat yang sebaiknya diminum. Akan tetapi beliau tidak meraciknya sendiri. Tetapi meminta sahabat Sa’ad RA agar membawanya ke Al Haris bin Khalida sebagai seorang tabib.
Hal ini karena Rasulullah hanya tahu ramuan obat secara global saja dan Al Haris bin kaidah sebagai tabib mengetahui lebih detil komposisi, cara meracik, kombinasi dan indikasinya.
Wallahualam…