Membuka aib orang lain merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini juga terdapat dalam beberapa hadist tentang menyebar aib seseorang.
Taka ada seseorang pun yang tidak memiliki kesalahan dan aib semasa hidupnya. Seperti aurat, bila tersingkap akan membuat seseorang merasa malu dan bisa menurunkan harga dirinya.
Begitu pun dengan aib, seseorang akan merasa terhina, sakit hati, marah bila ada orang lain yang berusaha membuka aib yang selama ini ditutup rapat-rapat.
Apalagi di zaman teknologi ini tak sedikit yang memanfaatkan media sosial untuk melakukan perbuatan keji seperti mengumbar aib orang lain.
Hukum Membuka Aib Orang Lain
Itu sebabnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kita agar saling menutup aib sesama.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman. Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan aib orang lain, dan janganlah kamu mengumpat sebagian yang lain. Apakah seorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. Oleh karena, itu jauhilah larangan tersebut dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Al Quran surah Al Hujurat ayat 12)
Allah merumpamakan tindakan ghibah atau membicarakan aib orang lain seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Siapa diantara kita yang tega memakan bangkai saudaranya sendiri?
Jangankan memakannya, menyimpannya saja kita tak akan sudi. Begitulah Allah memberikan isyarat pada kita, bahwa mukmin yang satu dan lainya Allah persaudarakan atas ikatan Iman.
Maka dari itu sungguh tak layak jika kita bergembira saat aib saudara kita tersiar dan didengar orang lain sedang kita tidak berusaha menutupinya.
Bahkan menutupi aib adalah salah satu dari sifat Allah Yang Mulia. Allah mencintai bila sifat yang mulia ini pun tertanam dalam diri hamba-hambanya.
Sifat menutupi aib diri sendiri maupun menutupi aib orang lain, sebagaimana sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
“Sesungguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Menutupi. Dia mencintai sifat malu dan menutup aib/aurat. Maka jika seseorang diantara kalian mandi, hendaklah dia menutup (auratnya).” (Hadis riwayat Ahmad)
Oleh sebab itu sangat tak pantas bila kita sebagai hambanya justru gemar membuka aib sesama lantas menyebarkannya, apalagi menjadikannya bahan lelucon dan hinaan. Hal ini hukumnya dilarang dalam agama.
Pesan Rasulullah untuk menutup aib
Terhadap perilaku seperti ini Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berpesan.
“Wahai orang yang beriman dengan lisannya, tetapi tidak beriman dengan hatinya. Janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah mengintip mereka. Maka barang siapa yang mengintip aib saudaranya, niscaya Allah akan mengintip aibnya dan siapa yang diintip Allah akan aibnya, maka aibnya akan dibuka meskipun dirahasiakan di lubang kendaraannya.” (Hadits riwayat Tirmidzi)
Sebaliknya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam memberikan kabar gembira bagi orang-orang menutup aib saudara mereka dalam sabdanya.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah], telah mengabarkan kepada kami [Abu Mu’awiyah] dari [Al ‘A’masy] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah] berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang Siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat.” (Hadits Riwayat Ibnu Majah Nomor 2534)
Lihatlah betapa Allah subhanahu wa ta’ala Maha Penutup Aib dengan memberi imbalan bagi orang yang menutup aib saudaranya.
Bagaimana cara Allah menutup aib di akhirat?
Itu terjadi di pengadilan Allah Subhanahu Wa ta’ala di akhirat, tatkala tiba giliran bagi orang mukmin disidang oleh Allah di hari perhitungan.
Saat itu Allah turunkan tirai penghalang dan Allah menutup proses persidangan itu sehingga tak satupun orang yang mengetahui tidak juga mendengar isi persidangan Allah dengan hamba mukmin tersebut.
Seseorang bertanya kepada Abdullah Umar radhiallahu anhu, ia berkata. “Wahai Ayah Abdurrahman, pernahkah engkau mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berbicara tentang bisik-bisik yang terjadi di hari kiamat?”
Abdullah bin Umar menjawab, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata”
“Sesungguhnya Allah mendekatkan seorang hamba pada hari kiamat lalu Allah mendatangkan penutup lalu menutupi hamba mukmin tersebut dari pandangan manusia. Kemudian Allah berfirman kepada hamba tersebut. ‘Apakah kamu mengenal dosamu ini? Maka mukmin tersebut berkata. ‘Iya wahai Rabbku.’Hingga ketika Allah membuat dia mengakui semua dosanya dan dia memandang bahwa dirinya akan celaka, Allah berfirman: “Aku telah menutupi semua dosa itu di dunia dan Aku mengampuninya untukmu pada hari ini.” Maka orang itu diberikan kitab catatan kebaikannya. Adapun orang kafir dan munafik para saksi berkata: “Mereka itulah orang-orang yang mendustakan Rabb mereka, maka laknat Allah atas orang-orang zhalim.” (Alquran surah hud ayat 18) (Hadits riwayat al-bukhari)
Sebab itulah Allah sangat murka terhadap orang yang senang mengumbar aib pribadi berupa perbuatan dosa yang pernah ia lakukan, padahal sebelumnya Allah telah menutup auratnya agar terjaga harga diri dan kehormatan nya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam memperingatkan pada orang yang mengumbar aib kemaksiatan dirinya kepada orang lain, bahwa ia tak akan diberi ampunan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Kesimpulan Umar bin Khatab tentang membongkar aib
Umar bin Khatab radiallahu anhu berkesimpulan bahwa Allah Ta’ala tidak akan membuka aib seorang hamba yang baru melakukan perbuatan dosa. Allah akan menutupinya dari pengetahuan orang lain, dengan harapan orang itu segera menyadari kesalahan dan dosanya tanpa menanggung malu jika aibnya terbongkar.
Atas dasar itulah mengapa Umar radhiallahu anhu tidak percaya dengan pencuri yang tertangkap basah tengah melakukan pencurian.
Kala itu sang pencuri ditanya oleh Umar radhiallahu anhu. “Sudah berapa kalikah engkau mencuri.?” Pencuri menjawab. “Ini adalah kali pertamanya dia mencuri dan sialnya langsung tertangkap.”
Mendengar jawaban pencuri itu Umar lantas menyanggahnya, dia menganggapnya pencuri itu berdusta. Ini pasti bukanlah kali pertama orang tersebut mencuri.
Umar yakin bahwa Allah tak akan langsung mengumbar aib seseorang saat pertama kali dia bermaksiat kepadanya. Dan akhirnya sang pencuri itu pun mengaku dan jujur tindakan pencurian tersebut bukanlah yang pertama kali ia lakukan.
Wallahua’lam