HafiziAzmi.com – Entah kenapa orang paling pandai kalau mencela seseorang, entah di dunia nyata maupun di media sosial atau sosmed.
Ada saja bahan sebagai celaan, apalagi kalau sengaja dicari-cari. Disadari atau tidak disadari sengaja atau tidak sengaja mungkin semua orang pernah mencela.
Bisa saja muncul hanya sebagai bahan bercandaan, tetapi bisa juga sangat serius apabila terselubung maksud tertentu. Tetapi anehnya ada orang yang memang memiliki hobi mencela. Kalau tidak mencela seperti ada yang kurang.
Saking seringnya mencela, menjadi hal biasa dan tidak merasa bersalah lagi. Mungkin bagi sebagian orang celah-mencela ini bukan persoalan serius. Masalah remeh temeh, tapi perlu juga dilihat akibatnya.
Hukum mencela saudara
Apapun itu, celaan itu seringkali menyakitkan sekali pun terkadang hanya berawal dari bercanda. Bahkan dari iseng celaan berakhir menjadi bully, ada intimidasi.
Sudah berapa kasus bully di tanah air yang berawal dari celah-celah, khususnya anak-anak dan remaja.Kasus-kasus yang kemudian viral dan menjadi isu-isu besar nasional.
Dalam agama, mencela itu persoalan serius bahkan sekalipun mencegah orang yang berbuat tidak benar. Mencela orang yang berbuat dosa bahkan yang demikian ini termasuk persoalan yang tidak bisa diremehkan. Karena akibatnya bisa berbalik pada orang yang mencela.
Baca juga: Update status ibadah di media sosial
Ulama kontemporer Syekh Muhammad bin Shalih al-utsaimin pernah mengingatkan, jika seseorang mencela saudaranya karena dosa yang diperbuatnya, maka seringnya dia akan diuji dengan dosa itu.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
ﻣَﻦْ ﻋَﻴَّﺮَ ﺃَﺧَﺎﻩُ ﺑِﺬَﻧْﺐٍ ﻟَﻢْ ﻳَﻤُﺖْ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻌْﻤَﻠَﻪُ
Barangsiapa yang menghina saudaranya karena sebuah dosa yang diperbuatnya, dia tidak akan mati sehingga melakukan perbuatan dosa itu. (Hadis riwayat At Tirmidzi no.2505)
Artinya orang yang mencela perbuatan dosa sesama muslim, maka dia akan diganjar dengan perbuatan serupa, dia pasti akan melakukan dosa yang dia cela itu. Dalam riwayat lain.
وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عُيِّرَتْ بِهَا أَخَاكَ فَهِيَ إِلَيْكَ يَحْتَمِلُ أَنْ يُرِيْدَ بِهِ أَنَّهَا صَائِرَةٌ إِلَيْكَ وَلاَ بُدَّ أَنْ تَعْمَلَهَا
Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus Salikin, 1: 176)
Syekh al-Mubarakfuri menjelaskan, larangan mencela disini maksudnya mencela dosa orang, padahal orang itu sudah bertobat. Artinya jangan mengungkit dosa-dosa orang yang telah lalu padahal orang itu sudah bertaubat.
Maka dari mencelanya, apalagi dibarengi dengan perasaan bangga diri dan suci dari dosa semacam itu maka kelak dia akan melakukan dosa yang sama. Naudzubillah.
Ibnu Qayyim menyebutkan larangan di sini karena bisa jadi dosa mencela seorang muslim yang melakukan maksiat itu lebih besar daripada dosa yang diperbuatnya. Dan kadar maksiat mencela muslim yang berbuat dosa itu lebih berat daripada maksiat yang telah diperbuatnya.
Boleh jadi orang itu lupa akan nikmat Allah berupa taufik atas ketaatan sehingga ia hanya membanggakan kesalahan dirinya, ditambah lagi ia merasa suci dari dosa.
Wallahualam